Teori Perkembangan Vygotsky (Sociocultural Approach)

https://i.pinimg.com/736x/f9/23/cd/f923cda724c4ad1196f3b3ecc4889d9a--little-boy-and-girl-boys-and-girls.jpg

    Lev Semyonovic Vygotsky, lahir pada tahun 1896 di Rusia. pada umur 15 tahun, ia memiliki nama panggilan "Professor kecil" karena reputasinya sebagai pemimpin diskusi. Ia memiliki pendidikan dasar dalam ilmu Hukum. Kemudian, ia mempelajari Psikologi atas ketertarikannya terhadap bahasa dan sastra. Vygotsky mengembangakan teori Psikologinya berdasarkan Marxisme dan Revolusi Rusia. Vygotsky berkeinginan untuk mengubah pola pikir masyarakat Rusia dari pola pikir masyarakat Feudal menuju pola pikir Sosialis-Komunis. Namun, Vygotsky menjadi salah satu korban dari konflik politik di masa Stalin pada 1930. Pemerintah menuduh Vygotsky sebagai "Psikolog Bourjois" karena ia sring menggunakan referensi dari Piaget dan Psikolog Barat.

Orientasi umum teori

    Vygotsky sebagai Psikolog yang berasal dari Rusia dan dipengaruhi oleh Sosialisme, menekankan pentingnya konteks/ lingkungan disaat psikolog-psikolog lain lebih berfokus terhadap keunikan individual. Sebagai seorang "Jenius", cukup disayangkan untuk Vygotsky meninggal di usia cukup muda. Ada beberapa teorinya yang belum terselesaikan sebelum akhirnya ia meninggal. Meskipu demikian, ia cukup banyak menghasilkan buku mengenai teorinya.


"Child-in-Activity-in-Cultural-Context" sebagai satu kesatuan unit.

    Vygotsky melihat bahwa aktivitas anak di dalam "konteks" sebagai unit studi terkecil. Konteks mencakup budaya besar di sekitar anak dan penerapannya di kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan tersebut, dapat dikatakan bahwa tidak ada cara universal dalam mendidik anak dan pikiran seseorang sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungan sekitar. Sehingga, seorang anak, orang di disekitarnya dan konteks sosial menjadi satu kesatuan melalui sebuah aktifitas/ kegiatan. Konteks sosiokultural-historikal mengambarkan dan membentuk anak beserta pengalamannya. Disaat yang sama, anak juga mempengaruhi budaya mereka dengan meneruskannya ke generasi selanjutnya.
    
    Kultur/ Budaya sendiri didefinisikan sebagai keyakinan bersama, nilai-nilai, pengetahuan, kemampuan, hubungan terstruktur, adat, cara bersosialisasi, dan sistem simbol. Budaya juga mencakup setting sosial (contoh, sekolah), setting fisik (contoh, jalanan) dan Obyek (seperti, TV, internet). Budaya diekspresikam melalui perkumpulan keluarga dan perkumpulan lingkungan rutin. Budaya menggunakan simbol bersama, seperti pengambaran, konsep, dan cerita untuk menjelaskan pengalaman mereka.

Berdasarkan informasi diatas, pengaruh budaya meliputi,
  1. Pendapat anak dan Kemampuan yang dipilih oleh anak (akademik, olahraga, seni, berdagang)
  2. Bagaiman anak mendapatkan pengetahuan dan kemampuan (praktik, pengalaman, institusi/ lembaga)
  3. Saat dimana anak diperbolehkan berpartisipasi dalam sebuah aktivitas
  4. Siapa saja yang boleh dalam berpartisipas dalam suatu aktivitas.

Zone of Proximal Development (ZPD)

https://star.ehe.osu.edu/files/2017/07/ZPD.png

    (Sumber Gambar: https://star.ehe.osu.edu/scaffolding-module/vygotsky/)


    ZPD dijelaskan Vygotsky sebagai jarak antara "kemampuan sebenarnya dari anak diukur dengan penyelesaian masalah secara independen" dengan "potensi perkembangan yang ditentukan dengan penyelesaian masalah dengan bantuan atau kerja sama dengan orang dewasa atau orang lain yang lebih mahir". Beberapa teknik yang digunakan oleh "orang yang lebih mahir" untuk membantu anak diantaranya dengan memberikan dorongan, petunjuk, peragaan, penjelasan, pertanyaan petunjuk, diskusi, kerja sama, motivasi, dan pengendalian fokus anak.

Asal Mula Fungsi Mental Individual berdasarkan Sosiokultural: Intermental membentuk Intramental.

    Interaksi anatara anak dan orang dewasa atau anak yang lebih tua berada di bidang intermental (antar-pikiran) menjadi terinternalisasi di pikiran anak, di bidang intramental (dalam-pikiran). Interaksi eksternal menjadi interaksi internal. Seperti apa yang dijelakan oleh Vygotky, "Children grow into the intellectual life of those around them" (seorang anak berkembang menjadi sepintar orang-orang disekitarnya). Anak-anak secara aktif menginternalisasi baik interaksi sosial nonverbal maupun bahasa yang dipergunakan. Anak-anak secara mental berinteraksi dengan diri mereka, seolah-olah dengan orang lain yang sebelumnya ia berinteraksi.

   

"Tools" (Alat) yang disediakan oleh Budaya Memediasi Fungsi Intelektual

    Yang disebut sebagai Alat Budaya, tebagi menjadi dua, yakni Alat Psikologis dan Alat Teknis. Alat Budaya Psikologis mengubah fungsi mental dasar menjadi fungsi mental yang lebih tinggi. Fungsi mental dasar sendiri dijelaskan sebagai kemampuan mental yang juga dimiliki oleh hewan. Sedangkan, Fungsi mental tinggi dijelakan sebagai, kemampuan berpikir abstrak dan logis, dan memfokuskan perhatian secara bebas. Alat Budaya Psikologis  berorientasi internal, yakni terhadap mengubah pola pikir, mengendalikan dan mengorganisir perilaku. Contoh dari Alat Psikologis diantaranya, Sistem bahasa, sistem bilangan, teknik penulisan, diagram, peta, simbol, karya seni, dan strategi belajar. Alat budaya Teknis sendiri, berupa peralatan fisik dimana memiliki orientasi ekstrenal berupa perubahan obyek. Contoh dari Alat Teknis diantaranya, Komputer, kalkulator, sempoa dan internet.

Metodologi

A child "is" What he "can be"

    Vygotsky memilih menggunakan metode Dynamic assessment, atau assesmen dinamis dalam melihat potensi perkembangan anak. Dengan kata lain, secara langsung mengukur kesiapan anak dalam belajar dibandingkan dengan hasil dari pembelajaran itu sendiri.

Mekanisme Perkembangan



    Menurut Vygotsky Perkembangan mengikuti Dialectical Process of Thesis, Antithesis, dan Synthesis. Menurut Vygotsky, proses ini sering muncul saat anak berinteraksi dengan orang dewasa atau orang yang lebih tahu, bermain, atau menggunakan "Alat" Budaya. Ia juga menambahkan bahwa adanya konflik berkelanjutan dipicu oleh resolusi sementara.

Aplikasi Teori

    Dengan Penekanan yang besar terhadap Konteks Budaya, Vygotsky menekankan kembali pentingnya sekolah sebagai cara anak beraktivitas dengan budaya. Ia juga meninggalkan beberapa pertanyaan penting seperti: Apa yang dimaksud dengan "mengajari" anak? Bagaimana terjadinya perbedaan antara anak yang bersekolah dengan yang tidak? Bagaimana cara guru sebaiknya menilai pengetahuan dan fungsi kognitif anak? Instruksi seperti apa yang bekerja denngan maksimal?
    Selain itu, Konsep ZPD dari Vygotsky memiliki peran besar dalam penilaian dan instruksi. Penilaian seharusnya tidak mengukur apa yang anak telah tahu dan bisa dilakukan, melainkan apa yang bisa mereka ketahui dan bisa dilakukan dengan bantuan. Kemudian, Instruksi juga harus berdasarakan level potensi anak dibandingkan level yang telah ia kuasai.
    Metodologi Assesmen Dinamis, menunjukan peforma yang tidak dapat dilihat dari assesmen biasa. terlebih bagi anak-anak "Underachiever", mereka yang tidak memiliki kesesuaian terhadap level kemampuan mereka.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama